Kerusakan tuba falopi dapat terjadi akibat penyakit inflamasi pelvis, endometriosis, pembedahan panggul, apendisitis, kehamilan ektopik (kehamilan diluar rahim) atau abortus septik. Meskipun banyak wanita dengan penyakit tuba falopi maupun adhesi (perlengketan) panggul tidak memiliki riwayat infeksi yang diketahui sebelumnya, bukti yang ada menunjukkan bahwa silent infeksi merupakan penyebab yang paling mungkin. Banyak dari wanita-wanita tersebut ditemukan adanya peningkatan kadar antibodi Chlamidia sehingga menunjukkan adanya infeksi Chlamidia sebelumnya.
Penyebab infertilitas tuba falopi lainnya mencakup peradangan yang berkaitan dengan endometriosis dan trauma pembedahan.
PEMERIKSAAN
Dibawah ini beberapa pemeriksaan yang umum dilakukan di Indonesia untuk mendiagnosis atau mengetahui adanya penyumbatan pada tuba falopi. Diantaranya :
1). Histerosalpingografi (HSG)
Untuk mendiagnosis adanya kelainan tuba dibutuhkan teknik diagnosis yang akurat, aman, mudah dilakukan, murah dan dapat diterima pasien. Umumnya saat ini yang banyak dipergunakan untuk evaluasi tuba adalah histerosalpingografi (HSG) meskipun banyak pula kekurangan HSG diantaranya termasuk metode yang infasif, menyakitkan, mahal dan berisiko terjadi infeksi tuba. Teknik diagnosis ini juga menggunakan sinar x dan penggunaan
kontras iodin yang dapat menyebabkan alergi. Pemeriksaan ini juga tidak memberikan informasi tambahan mengenai kondisi ovarium dan bagian luar uterus.
2). Laparoskopi
Laparoskopi dengan kromopertubasi dan histeroskopi sebagai baku emas pemeriksaan tuba lebih akurat daripada metode lainnya namun terdapat kekurangan yaitu mahal, memerlukan waktu lama, mengandung risiko operatif dan anasthesiologis. Penggunaan ultrasonografi transvaginal (USG-TV) dalam bidang infertilitas telah lama dipergunakan dan bermanfaat dalam mendiagnosis kondisi pelvis yang berhubungan dengan infertilitas namun perannya dalam evaluasi tuba masih sangat sedikit.
3). Sonohisterosalpingografi (Sono-HSG)
Sonohisterosalpingografi (Sono-HSG) serupa dengan HSG, namun Sono-HSG menggunakan ultrasonografi dan larutan saline steril, dan merupakan metode alternatif untuk mengevaluasi faktor tuba. Saat ini metode ini telah dikembangkan lebih jauh lagi dengan penggunaan kontras untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifitas sono-HSG. Pemeriksaan moda inversi dengan USG-3D juga mungkin dapat menjadi alternatif evaluasi fungsi tuba khususnya pada pasien dengan koleksi cairan di kavum douglas. Bila tuba falopii tidak membesar diameternya, SIS dapat dijadikan alternatif evaluasi yang lebih cepat dan lebih murah. Pemeriksaan doppler tuba dengan SIS yang dikombinasikan dengan USG-3D dapat memberikan gambaran yang lengkap menyerupai laparoskopi kromopertubasi, meskipun tidak semua pemeriksaan dapat dievaluasi dengan baik
Apasaja prosedur-prosedur untuk mengevaluasi faktor tuba dan peritoneum dan manfaatannya. Simak penjelasan detailnya dibawah ini :
HSG - Histerosalpingografi
Pemeriksaan HSG dianjurkan dilakukan pada hari ke-2 hingga ke-5 setelah haid berhenti untuk meminimalisir risiko terjadinya infeksi, interferensi darah dan bekuan darah intrauterin, dan mencegah kemungkinan dilakukannya HSG pada siklus konsepsi yang tidak diketahui.
HSG tidak memerlukan persiapan khusus, tetapi pramedikasi dengan NSAID (sekitar 30 menit sebelum prosedur) dapat membantu mengurangi nyeri yang ditimbulkan prosedur ini. Analgesik dan sedatif yang lebih poten umumnya tidak diperlukan. Penyulit infeksi yang ditimbulkan oleh HSG relatif jarang terjadi, bahkan pada wanita dengan risiko tinggi pun kejadianya hanya 1-3%. pemberian antibiotik profilaksis rutin dapat dipertimbangkan untuk mencegah infeksi pasca prosedur.
Antibiotik (doksisiklin 100 mg dua kali sehari selama lima hari dimulai 1-2 hari sebelum HSG) dapat diberikan ketika terdapat kecurigaan tinggi adanya penyakit tuba, dan diindikasikan apabila HSG menunjukkan adanya obstruksi tuba distal karena peningkatan risiko mencapai 10 %, dan pengobatan ini dapat mencegah infeksi klinis. HSG sebaiknya dihindari beberapa minggu setelah episode PID untuk meminimalisir risiko penyulit infeksi.
Teknik dasar dalam melakukan HSG cukup standar. Pemeriksaan dilakukan menggunakan fluoroskopi dengan jumlah film yang terbatas. Umumnya HSG hanya memerlukan 20-30 detik waktu fluoroskopi dengan pajanan radiasi minimal, dan memiliki risiko yang sangat rendah. Biasanya hanya 3 foto rontgen yang diperlukan (satu scout, satu film untuk dokumentasi kontur uterus dan patensi tuba, serta film postevaluasi untuk mendeteksi area lokulasi kontras).
Foto rontgen tambahan diperlukan jika uterus menghalangi tuba atau ketika kavum uteri tampak abnormal. Jika tidak diperlukan, maka foto rontgen tambahan hanya sedikit memberi informasi tambahan dan meningkatkan pajanan radiasi. Kontras dapat diberikan menggunakan kanula atau menggunakan kateter balon. Umumya, pemberian kontras dengan kateter dapat mengurangi waktu fluoroskopik dan volume kontras, kurang mengakibatkan nyeri, dan lebih mudah dilakukan. Injeksi kontras secara perlahan (umumnya 3-10 mL) dapat membantu mengurangi rasa tidak nyaman yang ditimbulkan oleh HSG
Gambar 1. Hasil pemeriksaan histerosonografi (KIRI) Hidrosalping bilateral (KANAN) Tuba Paten
Terdapat perbedaan pendapat mengenai keuntungan dan kerugian penggunaan media kontras yang larut dalam minyak dengan kontras yang larut dalam air. Pendukung media kontras larut dalam air berpendapat, bahwa media kontras larut dalam minyak terlalu kental (viscous) untuk menunjukkan struktur tuba internal (memiliki signifikansi prognostik), sulit terdispersi dalam panggul (oleh karenanya, tidak dapat mendeteksi adhesi adneksa), serta memiliki risiko yang signifikan (reaksi granulomatosa, intravasasi, dan embolisme).
Pihak yang mendukung digunakannya media kontras larut dalam minyak berpendapat, bahwa reaksi granulomatosa, embolisasi, dan intravasasi jarang terjadi dan relatif ringan, dan berbagai penelitian menemukan, bahwa media larut dalam minyak dapat meningkatkan fertilitas wanita dengan tuba paten pada bulan-bulan berikutnya setelah HSG.
Hasil dari meta-analisis yang mencakup 6 percobaan klinis acak dan 6 percobaan klinis dengan kontrol non-acak menunjukkan, bahwa media kontras larut dalam minyak memiliki nilai terapeutik. Apabila dibandingkan dengan tanpa pengobatan, media larut dalam minyak meningkatkan angka kehamilan setelah HSG (OR=1,80; CI=1,29-2,50) sedangkan media larut dalam air tidak menunjukkan hal demikian (OR=0,87; CI=0,50-1,52).
Apabila dibandingkan secara langsung, media larut dalam minyak lebih baik (OR=1,92; CI=1,60-2,29). Namun demikian, pada suatu percobaan klinis acak yang besar, tidak ditemukan perbedaan angka kehamilan pada wanita yang dilakukan HSG menggunakan media yang larut dalam air, larut dalam minyak, maupun keduanya. Jadi, kedua media tersebut dapat digunakan. HSG dapat menunjukkan patensi tuba bilateral (60-75%) maupun unilateral (15-25%) serta oklusi tuba bilateral (12-25%).
HSG dapat terjadi hasil positif palsu (bukan merupakan patensi yang sebenarnya) dan negatif palsu (bukan obstruksi yang sebenarnya), dengan hasil positif palsu lebih sering ditemukan. Injeksi kontras dapat menyebabkan spasme kornual (kontraksi uterus yang secara transien menutup segmen interstisial dan mencegah perfusi distal) yang dapat disalahartikan sebagai oklusi proksimal.
Meskipun observasi tersebut dapat menunjukkan adanya suatu obstruksi proksimal unilateral yang sebenarnya, penempatan kateter yang memungkinkan kontras melalui jalur yang memiliki resistensi terkecil merupakan penyebab yang lebih sering. Seringkali tuba yang tidak tervisualisasi adalah normal. HSG positif palsu dapat terjadi ketika kontras yang memasuki hidrosalping yang terdilatasi mengalami pengenceran sehingga tampak blush yang dapat disalahartikan sebagai tanda patensi tuba. Adhesi peritubuler disekeliling tuba yang normal dan paten dapat mensekuestrasi kontras yang keluar dari tuba sehingga mengakibatkan lokulasi yang dapat disalahartikan sebagai obstruksi distal.
Apabila dibandingkan dengan laparoskopi (metode operasi) sebagai uji patensi tuba, HSG hanya memiliki sensitivitas sedang (dapat mendeteksi patensi ketika tuba terbuka), namun memiliki spesifitas yang tinggi (akurat ketika patensi terdeteksi) dalam populasi infertil umum. Implikasi klinisnya adalah ketika HSG menunjukkan obstruksi, masih terdapat kemungkinan yang relatif besar (sekitar 60%) bahwa tuba tersebut sebenarnya terbuka.
Namun, ketika HSG menunjukkan adanya patensi, maka hanya sedikit kemungkinan bahwa tuba mengalami oklusi yang sebenarnya (sekitar 5%). Meskipun demikian, terdapat variasi interpretasi hasil HSG antar pemeriksa. Oleh karenanya, jika dokter yang mengobati tidak melakukan HSG, maka diperlukan tinjauan pribadi dan reinterpretasi film sebelum membuat rekomendasi pengobatan maupun evaluasi tambahan.
Seperti yang telah diperkirakan, kemungkinan kehamilan yang independen terhadap terapi paling baik jika HSG menunjukkan patensi tuba bilateral, dan lebih rendah secara signifikan bila tidak satupun dari tuba yang nampak terbuka, dan hanya sedikit berkurang ketika hanya satu tuba mengalami patensi. Observasi ini dapat membantu apabila mempertimbangkan perlunya laparoskopi sebelum memutuskan rencana terapi.
Laparoskopi
Laparoskopi secara umum dianggap sebagai tes definitif faktor tuba. Hal-hal mengenai penjadualan, penggunaan antibiotik, dan risiko infeksi sama dengan HSG. Laparoskopi diagnositik umumnya dilakukan dengan anestesi umum, namun dapat saja dilakukan dengan sedasi dalam dan anestesi lokal. Laparoskopi operatif untuk pengobatan penyakit umumnya memerlukan anestesi umum. Dengan pengecualian tertentu, inspeksi panggul yang sistematik dan menyeluruh dapat menentukan lokasi dan derajat penyakit.
Pemeriksaan harus mencakup uterus, cul-de-sac anterior dan posterior, permukaan dan fossae ovarium, serta tuba fallopii. Injeksi blue dye yang encer melalui kanula yang dilekatkan pada serviks atau pada manipulator intrauterin memungkinkan evaluasi patensi tuba (kromotubasi). Indigo carmine dye lebih disukai dibanding methylene blue yang terkadang dapat mengakibatkan methemoglobinemia akut (orang dengan defisiensi G6PD berisiko terhadap komplikasi ini).
Seperti halnya HSG, injeksi lambat cairan dapat membantu mengurangi kejadian hasil positif palsu. Harus dibuat dokumentasi foto temuan operatif sebagai alat bantu konseling pascaoperatif dan untuk rujukan selanjutnya.
Gambar 2. Pemeriksaan patensi tuba dengan laparoskopi
Keuntungan dari laparoskopi adalah selama tindakan HSG dilakukan dalam beberapa detik menggunakan 5-10 ml tinta radioopaque, laparoskopi dilakukan dengan menggunakan 100-200 cc cairan (saline/RL) diwarnai metilen biru. Asisten melebarkan kanalis servikalis diatas os internal dan kanula yang dimasukkan sama seperti digunakan selama HSG.
Selama cairan didorong masuk melewati uterus oleh asisten, laparoskopis mengamati tinta masuk ke dalam lumen tuba. Tuba tidak hanya mendapatkan gambaran warna kebiruan tetapi terjadi juga distensi dari segmen ke segmen dan biasanya fimbriae membuka dan tinta mengalir keluar melewati fimbriae dapat terlihat. Adanya lilitan dalam tuba bisa diluruskan dengan instrumen aksesori yang juga berfungsi utuk meratakan tinta dalam tuba.
Laparoskopi memberikan gambaran panoramik terhadap anatomi reproduktif panggul dan pembesaran dari permukaan uterus, ovarium, tuba, dan peritoneum. Oleh karenanya, laparoskopi dapat mengidentifikasi penyakit oklusif tuba yang lebih ringan (aglutinasi fimbria, fimosis), adhesi pelvis atau adneksa, serta endometriosis yang dapat mempengaruhi fertilitas yang tidak terdeteksi oleh HSG.
Hal yang terpenting adalah laparoskopi memberikan peluang untuk mengobati penyakit tersebut pada saat ditegakkannya diagnosis. Lisis adhesi ringan atau adhesi fokal, dan ablasi maupun eksisi endometriosis superfisial merupakan prosedur yang relatif mudah yang dapat dilakukan oleh sebagian besar dokter bedah.
Walaupun laparoskopi merupakan prediktor fertilitas yang lebih baik dari HSG, prosedur ini bukanlah tes yang sempurna untuk diagnosis patologi tuba. Kromotubasi intraoperatif memiliki celah kesalahan hasil negatif palsu yang sama dengan HSG. Hasil positif palsu pada laparoskopi jarang terjadi, namun tetap dapat terjadi, terutama pada kasus pada mana tuba fallopii terhalang oleh adhesi.
Patensi tuba pada HSG hampir selalu dapat dikonfirmasi dengan laparoskopi, namun obstruksi tuba yang terdeteksi HSG seringkali tidak dapat dikonfirmasi pada laparoskopi. Sesuai perkiraan, laparoskopi merupakan prediktor kehamilan yang independen terhadap terapi yang lebih baik daripada HSG karena informasi yang didapat lebih akurat. Prognosis paling baik diperoleh ketika kedua tuba fallopii paten, prognosis buruk bila keduanya terhalang, dan prognosis sedang ketika hanya satu tuba yang terbuka.
Sono-HSG
Sonohisterosalpingografi telah diketahui memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dari HSG untuk mendeteksi patologi intrauterin. Sonohisterosalpingografi telah dipandang sebagai cara untuk mengevaluasi patensi tuba pada saat yang sama, seperti HSG. Sonohisterosalpingografi bergantung pada observasi akumulasi cairan pada cul-de-sac sebagai indikasi patensi tuba. Namun, teknik ini tidak memberikan informasi mengenai anatomi tuba dan tidak dapat menentukan apakah hanya satu atau kedua tuba yang mengalami patensi. Suatu media kontras sonografis yang mengandung surfaktan yang menghasilkan gelembung mikro ketika distimulasi oleh ultrasonografi dapat memperbaiki sensitivitas dalam mendeteksi patensi tuba, namun pencitraan dua dimensi bidang sagital dan transversal masih tidak adekuat untuk memvisualisasikan anatomi tuba secara tiga dimensi.
HyCoSy
Hysterosalpingo-contras-sonography (HyCoSy) adalah modalitas berbasis ultrasonografi yang memungkinkan evaluasi tuba lebih lengkap pada infertilitas menyerupai evaluasi ovarium dan uterus. Teknik ini diawali dengan penggunaan sono-HSG untuk mengidentifikasi kavum uteri dan pada pengembangannya lebih lanjut ditambahkan dengan penggunaan medium kontras sonografi yang setelah injeksi ke dalam kavum uteri, pergerakannya dalam tuba dapat dilihat pada USG-TV. Beberapa penelitian telah menempatkan HyCoSy sebagai teknik diagnosis lini pertama yang mudah dan akurat. Teknik ini bahkan lebih murah dibandingkan HSG dan laparoskopi. Dibandingkan dengan HSG alat yang dipergunakan pada HyCoSy lebih tidak invasif, tidak menyebabkan paparan sinar x pada ovarium, tidak menyebabkan risiko alergi, memberikan informasi tentang ovarium dan kavum uteri.
Metode Pemeriksaan HyCoSy :
- Pemeriksaan dilakukan saat fase proliferasi siklus menstruasi, segera setelah menstruasi, tidak perlu diberikan antibiotik profilaksis, analgesia ataupun atropin.
- Pasien dalam posisi litotomi
- Dilakukan pemeriksaan USG-TV untuk menilai kavum uteri dan ovarium
- Setelah itu dipasang spekulum cocor bebek, dilakukan desifeksi dengan povidon iodin.
- Dimasukkan kateter pediatrik ukuran 6-8f yang difiksasi dengan 1,5mL NaCl.
- Cairan yang akan dimasukkan disiapkan dalam spuit 60 cc denagn 20 cc udara dan 10 cc NaCl fisiologis.
- Probe transvaginal dimasukkan ke dalam vagina. Evaluasi tuba dilakukan dengan potongan transversal. Cairan bercampur udara dimasukkan dengan volume 1-2 cc perinjeksi hingga habis 20 cc.
- Tuba dikatakan paten bila gelembung udara masuk dengan bebas hingga pars interstitial setelah 8-10 detik pasca injeksi. Pasase gelembung udara tampak seperti titik-titik hiperekoik yang bergerak kearah lateral menuju ovarium
- Setelah kedua tuba bilateral dapat dievaluasi, cairan kontras yang tersisa diinjeksikan kembali untuk menilai patologi intrakavum uteri seperti polip, mioma, kelainan kongenital ataupun sinekia yang mungkin terlewatkan pada diagnosis menggunakan USG TV saja.
- Setelah pemeriksaan selesai pasien tetap diobservasi selama 30 menit untuk melihat apakah ada reaksi vagal refleks yang timbul atau tidak.

Gejala ringan vagal refleks antara lain : pallor, mual, berkeringat, menguap, hipotensi, dyspepsia atau bradikardi. Gejala berat refleks vagal diantaranya : muntah, gelisah, atau sinkop. Pada penelitian Savelli dkk 15 didapatkan angka 4,1% subyek mengalami reaksi refleks vagal ringan dan hanya 0,8% atau 4 dari 483 subyek penelitian yang mengalami refleks vagal berat. Keluhan nyeri saat prosedur dilakukan dirasakan oleh 6,8% atau 33 dari 483 subyek penelitian.
Ultrasonografi transvaginal tiga dimensi telah menyediakan sarana untuk menghasilkan gambaran koronal, dan teknik doppler telah memperbaiki visualisasi gerakan cairan melalui tuba fallopii. Meskipun demikian, bahkan dengan kemajuan-kemajuan ini, kecil kemungkinan sonohisterosalpingografi dapat menggantikan HSG konvensional dalam waktu dekat.
Penelitian yang membandingkan hasil antara sonohisterosalpingografi dengan HSG dan laparoskopi masih belum memberikan hasil yang konsisten. Tuba fallopi masih sulit untuk tergambarkan dengan ultrasonografi, dan sonohistero-salpingografi memiliki celah kesalahan tersendiri. Sonohisterosalpingografi berpeluang untuk menjadi alternatif HSG, namun saat ini hal tersebut belum tercapai.
Hidrolaparoskopi transvaginal dan Fertiloskopi
Hidrolaparoskopi transvaginal memberikan alternatif evaluasi faktor tuba pada wanita infertil. Pada dasarnya, hidrolaparoskopi merupakan pengembangan teknik kuldoskopi dan menggunakan infus saline (200 mL atau lebih) ke dalam panggul melalui jarum Veres yang diinsersikan melalui forniks psoterior vagina menggunakan anestesi lokal, kemudian dimasukkan instrumen endoskopi kaliber kecil (sudut pandang 30 derajat) ke dalam cul-de-sac. Fertiloskopi merupakan suatu pengembangan hidrolaparoskopi dengan menggunakan endoskop balon intrauterin dan kromotubasi menggunakan endoskop pelvis untuk menilai patensi tuba dan melakukan salpingoskopi.
Pengalaman awal yang diperoleh dari penggunaan teknik ini di Eropa menunjukkan kegunaan fertiloskopi dengan hasil yang hampir menyerupai hasil laparoskopi. Probe bipolar khusus yang dimasukkan melalui saluran operatif memungkinkan dilakukannya terapi untuk endometriosis ringan, lisis adhesi minor, dan prosedur ovarian drilling. Namun, laparoskopi konvensional masih diperlukan untuk terapi penyakit lainnya yang lebih signfikan.
Fertiloskopi telah diusulkan sebagai alternatif laparoskopi dan histeroskopi ketika tidak ada penyakit yang dicurigai. Namun demikian, peranan fertiloskopi dalam konteks tersebut masih belum jelas. Hal ini disebabkan, pertama, patologi intrauterin dan ovarian umumnya dapat dideteksi melalui metode yang lebih sederhana (ultrasonografi transvaginal, sonohisterografi, HSG). Kedua, sebagai uji patensi tuba, HSG seringkali tidak akurat ketika ditemukan obstruksi tuba, tetapi jarang sekali tidak akurat ketika terdapat patensi.
Dalam populasi infertil tipikal, jika HSG menunjukkan obstruksi tuba, kemungkinan laparoskopi menunjukkan patensi adalah sekitar 62%, tetapi bila HSG menunjukkan patensi, maka kemungkinan laparoskopi menunjukkan obstruksi hanya mendekati 6%. Oleh karenanya, pada wanita dengan hasil ultrsonografi, sonohisterografi, maupun HSG yang abnormal, fertiloskopi bukan merupakan pilihan yang menjanjikan. Pada wanita dengan ultrasonografi transvaginal maupun sonohisterografi dan HSG normal, fertiloskopi hanya memiliki manfaat yang terbatas. Penyakit yang dapat ditangani secara efektif dengan instrumen fertiloskopi hanya sedikit memiliki kepentingan.
Gambar 5. Fertiloskopi
Pemeriksa dapat melakukan deteksi dan terapi endometriosis ringan dan lisis adhesi minor, namun temuan tersebut tidak akan memiliki pengaruh yang signifikan pada prognosis maupun rekomendasi terapi. Patologi intrauterin, endometriosis lanjut, maupun adhesi adneksal ekstensif tidak dapat ditangani dengan fertiloskopi dan memerlukan histeroskopi operatif atau laparoskopi. Pertanyaan yang paling relevan bukanlah apakah fertiloskopi dapat menggantikan laparoskopi konvensional dalam evaluasi wanita infertil dengan risiko faktor tuba rendah, tetapi apakah pemeriksaan endoskopi diperlukan sebelum terapi pada wanita asimtomatik dengan pemeriksaan fisik, ultrasonografi transvaginal atau sonohisterografi, dan HSG.
Tabel. 1.Perbandingan HSG, Laparoskopi dan Sono-HSG dalam pemeriksaan infertilitas
Faktor yang diperiksa
|
HSG
|
Laparoskopi
|
Sono-HSG
|
Serviks
· Kelainan Kongenital
· Servisitis
|
+
-
|
-
-
|
+
+
|
Uterus
· Kelainan Kongenital
· Miometrium
· Endometrium
|
+
-
-
|
Histeroskopi
-
-
|
+
++
++
|
Tuba
· Morfologi
· Mobilitas
· Patensi
|
+
-
+
|
+
+
+
|
+
+
+
|
Ovarium
· Morfologi
· Folikel
· Adhesi
|
-
-
-
|
+
+
++
|
+
++
+
|
Kavum Douglas
|
-
|
+
|
+
|
Waktu/Biaya
|
++
|
+++
|
+
|
Radiasi
|
+
|
+
|
-
|
Nilai Terapetik
|
-
|
++
|
+
|
Tes Antibodi Chlamydia
Sejumlah penelitian menemukan, bahwa tes antibodi chlamydia sama akuratnya dengan HSG, atau bahkan sama dengan laparoskopi untuk deteksi patologi tuba, termasuk oklusi tuba, hidrosalping, dan adhesi pelvis. Kinerja tes antibodi chlamydia untuk tujuan ini bervariasi sesuai metodologi pengukuran yang digunakan.
Berbagai tes antibodi chlamydia komersial memiliki perbedaan tidak hanya pada metode deteksi (imunofloresensi, mikroimunofloresensi, ELISA, imunoperoksidase), tetapi juga pada sumber antigen yang digunakan (protein membran luar yang spesifik genus atau umum, organisme terinaktivasi, inklusi seluruh).
Beberapa metode sangat spesifik untuk spesies chlamydia tertentu (C. trachomatis), sedangkan metode lainnya tidak membedakan antibodi terhadap C. trachomatis dengan antibodi terhadap spesies chlamydia lainnya (C. pneumoniae, C. psittaci).
Sebagian tes bahkan dapat mendeteksi antibodi terhadap organisme selain chlamydia. Maka dapat diperkirakan, bahwa tes antibodi chlamydia yang memiliki spesitivitas terhadap C. trachomatis yang lebih tinggi akan memiliki kinerja terbaik untuk deteksi patologi tuba.
Hasil pertimbangan praktis mengusulkan, bahwa tes antibodi chlamydia yang cepat, sensitif, tetapi kurang spesifik merupakan tes yang paling sesuai untuk scrining dan membatasi penggunaan tes antibodi chlamydia spesifik pada wanita dengan hasil skrining positif.
Nilai prediktif tes diagnostik lainnya bergantung pada prevalensi penyakit yang bersangkutan pada populasi yang diuji. Apabila prevalensi penyakit pada populasi tersebut sangat rendah atau sangat tinggi, maka tes diagnostik hanya memiliki sedikit manfaaat atau bahkan tidak sama sekali karena luaran yang diperoleh jarang mempengaruhi penatalaksanaan, dan hasil positif palsu (jika prevalensi sangat rendah) atau negatif palsu (jika prevalensi sangat tinggi) akan umum dijumpai.
Tes diagnostik ini akan memiliki manfaat yang lebih baik jika prevalensi penyakit berada diantara kedua kondisi ekstrim tadi. Sebagian ahli berpendapat, bahwa tes antibodi chlamydia dapat digunakan untuk menyeleksi pasien yang memperoleh manfaat dari laparoskopi, namun nilai prediktif dari sebagian tes antibodi chlamydia yang lebih spesifik masih belum mencukupi untuk mendukung pendapat tersebut.
Peranan tes antibodi chlamydia dalam evaluasi wanita infertil masih belum dapat dipastikan. Tes antibodi chlamydia dapat berguna sebagai tes pendahuluan untuk menyeleksi wanita yang memerlukan evaluasi dini atau evaluasi yang lebih terinci. Jika digunakan sebagai sarana skrining dini, maka tes antibodi chlamydia positif dapat memberikan tanda adanya kemungkinan faktor tuba yang berkaitan dengan infeksi chlamydia sebelumnya.
Meskipun laparoskopi selektif berdasarkan tes antibodi chlamydia tidak dapat dilakukan pada semua wanita infertil, hal tersebut akan efektif jika dilakukan terbatas pada wanita dengan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan (termasuk HSG normal), sehingga dapat mengidentifikasi wanita yang paling mungkin memiliki faktor tuba yang tidak terdeteksi yang sebaiknya diketahui sebelum memulai pengobatan agresif empiris berbiaya tinggi. Manfaat tes antibodi chlamydia pada konteks ini maupun konteks klinis lainnya masih belum dapat dipastikan, sehingga perlu diteliti lebih lanjut.
Daftar isi pembahasan dan diskusi lengkap tentang penyumbatan tuba falopi (tuba non paten) dan hidrosalping :