Rasa pahit dari buah Pare ini disebabkan oleh adanya kandungan kukurbitasin
(momordikosida K dan L), zat aktif ini dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan sel (West, et al. 1971). Kukurbitasin ini digolongkan dalam
glikosida triterpen yang memiliki struktur dasar siklopentan perhidrofenantrena yang
juga, dimiliki oleh steroid. Menurut penelitian Jackson dan Jones (1972), steroid dapat
berperan sebagai penghambat spermatogenesis dan bersifat reversibel.
BUAH PARE (PARIA)
Spermatozoa merupakan sel haploid, yang berasal dari perkembangan dan diferensiasi
sel-sel induk germinal di dalam testis. Dengan dasar ini maka, apabilaa ekstrak buah
Pare (paria) diberikan pada mamalia jantan, dapat menghambat spermatogenesis. Sehingga untuk mereka yang sedang perawatan kesuburan sperma seperti kasus oligozoospermia, cryptozoospermia dan azoospermia, sebaiknya mengindari ini selama perawatan kesuburan. Namun, belum diketahui pengaruh nya dengan pasti apakah momordikosida tersebut bekerja
secara steroid atau secara sitotoksik.
Hasil penelitian Dixit, et al. (1978) menyimpulkan, bahwa efek dari ekstrak
buah Pare ini menekan fungsi testis pada anjing percobaan dalam hal memproduksi
spermatozoa. Selanjutnya dijelaskan pula, bahwa pemberian 1,75 gram/hari/ekor
selama 20 hari, mengakibatkan 18% tubulus seminiferus tidak ditemukan adanya
spermatosit primer (kegagalan miosis spermatogenium) dan tubulus seminiferus hanya mengandung 38% spermatid abnormal. Akan tetapi, sel
sel interstitialnya tidak memperlihatkan perubahan bentuk. Dengan demikian
terdapat kemungkinan produksi hormon testosteron tidak menurun, dan ini perlu
pembuktian lebih lanjut.

Parameter lain (Tabel 2) terlihat perubahan pada diameter tubulus
seminiferus mencit saat pemberian ekstrak buah Pare selama 40 hari. Hal tersebut bisa diduga karena efek sitotoksik dan momordikosida, sehingga sel-sel spermatogenik
yang mengisi tubulus seminiferus tidak dapat mempertahankan aktifitas pembelahan proses spermatogenesis.
Dengan demikian timbul adanya perbedaan yang bervariasi pada stadia spermatid
dan sel-sel spermatogenik (Dixit, et al. 1978).
PRODUKSI SPERMA TERHENTI
Selanjutnya, setelah pemberian ekstrak buah Pare selama 60 hari pada tubulus
seminiferus di testis tidak dijumpai adanya spermatozoa (nol spermatozooa). Pada 75% tubulus seminiferus
tidak dijumpai adanya spermatid. Demikian juga, pada tubulus seminiferus tidak
dijumpai sel-sel spermatogenik.
Selain parameter di atas, juga dilakukan
pengukuran kepada beberapa parameter lain khususnya pada pemberian ekstrak buah Pare
selama 60 hari ini. Parameter tersebut meliputi, konsentrasi RNA total, asam sialat
dan konsentrasi kolesterol di dalam testis (Tabel 3).
Dikatakannya bahwa, konsentrasi RNA total dan konsentrasi protein testis
menurun sangat nyata pada anjing yang diberi ekstrak buah Pare.
Ini
menunjukkan bahwa, adanya kemungkinan terjadinya efek sitotoksik dari buah Pare yang menghambat
sintesis protein di dalam cytosol sel-sel spermatogenik. Dengan demikian menjadikan sel
spermatogenik tersebut tidak dapat berkembang dalam pembentukan spermatozoa baru. Karena,
terhambatnya sumber energi bagi pematangan spermatozooa.
 |
3 Fase Spermatogenesis |
Di samping itu tampak konsentrasi asam sialat lebih
rendah setelah pemberian ekstrak buah Pare. Menurut Maugh (1981) peningkatan
asam sialat dapat dijadikan indikasi adanya pertumbuhan dini sel kanker.
Dibandingkan dengan hasil tersebut di atas, dengan jelas ditunjukkan bahwa
ekstrak buah Pare tidak bersifat karsinogenik. Bahkan sebaliknya dapat
menghambat pertumbuhan sel kanker, seperti yang telah dibuktikan oleh West
et al. (1971).
TINGKATKAN KOLESTEROL
Selanjutnya konsentrasi kolesterol tampak meningkat secara nyata, setelah
diberi ekstrak buah Pare. Hal ini sebagai akibat degenerasi sel epitel
germinal (Dixit, et al. 1978). Juga kolesterol ini disangkut-pautkan sebagai bahan untuk sintesis hormon androgen. Dengan demikian apakah terjadinya peningkatan kadar kolesterol
tersebut merupakan akibat dihambatnya enzim adrenokortikotropik yang mengkatalis
perubahan kolesteril menjadi pregnenolon, hal ini belum diketahui secara pasti.
Jika dugaan tersebut benar maka, ekstrak buah Pare akan menghambat sintesis hormon
androgen oleh sel-sel Leydig di testis.
Sebaliknya
Kellis dan Vickery (1984) mengatakan
bahwa, flavonoid yang disintesis oleh hampir seluruh tumbuhan, dapat
menghambat enzim aromatase. Dengan dihambatnya enzim tersebut yaitu yang
berfungsi mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen, maka jumlah
androgen (testosteron) akan meningkat. Tingginya konsentrasi testosteron akan
berefek pada umpan balik negatif ke kelenjar hipofisis seingga sama sekali tidak melepaskan hormon FSH dan atau LH;
dengan demikian akan menghambat terjadinya spermatogenesis di testis. Apakah ekstrak buah Pare
bekerja dengan cara ini, masih perlu penelitian lebih lanjut.
MEMPENGARUHI MOTILITAS DAN MORFOLOGI
Penelitian pada ekstrak buah Pare telah dilaporkan juga oleh Wardoyo (1990), dengan hasil ternyata buah pare ini dapat mempengaruhi morfologi dan motilitas spermatozoa pada tikus
percobaan. Semakin tinggi kadar ekstrak buah Pare serta semakin lama
pemberiannya, maka motilitas dan viabilitas spermatozoa akan semakin rendah,
sebaliknya morfologi abnormal sperma akan semakin meningkat. Hal ini mungkin
disebabkan oleh bahan aktif golongan glikosida triterpen yang terkandung dalam
buah Pare (Wardoyo, 1990). Pasien dengan memiliki kualitas motilitas atau morfologi sperma seperti Asthenozoospermia dan Teratozoospermia, ada baiknya menghindari konsumsi buah pare untuk sementara waktu.
AGLUTINASI SPERMA POSITIF
Selanjutnya, pada pemberian ekstrak buah Pare 500 mg/kgbb/hari
selama 14 hari hasilnya dapat mempengaruhi kualitas spermatozoa yaitu,
terjadinya aglutinasi positif antar kepala, gerak di tempat dan gerak melingkar. Gerak
melingkar dapat disebabkan karena kelainan morfologi leher dan ekor sperma, penghantaran energi
rotasi tidak ada atau tidak teratur dan keadaan ekor asimetris.
Selanjutnya jika diberikan selama 49 hari, didapatkan morfologi spermatozoa tersebut menjadi abnormal.
Abnormalitas ini nampak di bagian leher spermatozoa menggembung
(bengkak). Hal tersebut diduga disebabkan membengkaknya mitokondria.
Menurut Ganote (1975), sel-sel ventrikel jantung tikus mitokondrianya
akan membengkak bila mendapat perlakuan anoksia selama 30 menit.
Berdasarkan pernyataan tersebut timbul pertanyaan apakah membengkaknya leher
spermatozoa pada penelitian di atas akibat suasana anoksia di lingkungan sperma,
masih belum jelas dan perlu penelitian lebih lanjut. Bila dugaan ini benar maka,
momordikosida yang terkandung dalam buah Pare dapat menghambat enzim
enzim yang bekerja pada sistem oksidasi biologi sel-sel spermatogenik.
SEBAGAI ANTI-FERTILITAS
Selanjutnya, dari hasil penelitian oleh Sutyarso (1992) berkesimpulan bahwa,
ekstrak buah Pare cenderung bersifat antifertilitas karena dapat menghambat
spermatogenesis dan semakin tinggi dosis ekstrak buah Pare semakin menurun
jumlah anak mencit yang dihasilkan. Selain itu, pengaruh ekstrak buah Pare
terhadap hambatan spermatogenesis tersebut bersifat sementara (reversibel).
TERHADAP FAAL HATI
Namun, perlakuan dosis 250, 500 dan 750 mg/kgbb, belum menunjukkan dosis
efektif karena belum menghasilkan infertilitas total.
Menggunakan dosis yang sama seperti di atas, telah dilakukan penelitian
pengaruh ekstrak buah Pare terhadap faal hati tikus percobaan (Rakhmawati,
1992). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa, konsentrasi GPT serum, GOT
serum dan bilirubin serum cenderung meningkat sedangkan, total protein serum
cenderung menurun pada pemberian ekstrak dosis 0,250, 500 dan 750 mg/ kgbb.
Walaupun demikian, secara statistik belum menunjukkan pengaruh yang berarti.
Pada pernyataan lain pemberian ekstrak buah Pare 750 mg/kgbb belum
mempengaruhi faal hati tikus percobaan dan masih dalam batas nilai normal.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, penggunaan 750 mg/kgbb ekstrak
buah Pare sebagai bahan kontrasepsi pria, masih aman terhadap organ hati.
Beberapa hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa esktrak buah Pare
yang diujicobakan pada hewan percobaan mencit jantan dapat menurunkan
kuantitas dan kualitas spermatozoa, tidak toksik terhadap organ hati, dan bersifat
reversibel (Adimunca, 1996).
MENGHAMBAT SPERMATOGENIUM DAN SPERMATOSIT
Selanjutnya pemberian ekstrak buah Pare dosis 250
mg/kg BB sampai dosis 750 mg/kg BB selama siklus spermatogenesis tikus dapat
menghambat perkembangan sel-sel spermatogonium dan spermatosit pakiten
(Mulyati, 1992).
 |
Fase 1 dan 2 (sprmatogenium menjadi spermatosit) |
PENURUNAN SEL TELUR BAGI WANITA
Hasil penelitian Sihaputar (2005) menunjukkan pengaruh ekstrak MeOH
biji paria (Momordica charantia Linn.) terhadap fertilitas mencit (Mus musculus)
galur Swiss Webster jantan dan betina, diperoleh hasil bahwa sampai dengan 36
hari pemberian ekstrak, baik kemampuan berkopulasi mencit jantan maupun
persentase kematian intrauterus dan fetus hidup pada betina pasangan uji kawin
tidak berbeda nyata dibanding dengan kontrol.
Persentase telur praimplantasi yang
hilang pada betina yang diberi ekstrak pada umur kehamilan 0 sampai dengan 7
hari meningkat antara 7,12-13,62% dibanding dengan 1,47% pada kelompok
kontrol. Kematian intrauterus pada betina yang diperlakukan pada umur
kehamilan 10 sampai dengan 13 hari juga meningkat antara 21,12-30,76%
dibanding dengan 14,33% pada kelompok kontrol. Dapat disimpulkan bahwa
ekstrak MeOH biji paria tidak memberi pengaruh yang bermakna terhadap
fertilitas mencit jantan maupun betina.
Namun penelitian Sharanabasappa (2002)
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji buah Pare dengan menggunakan
petroleum eter, benzena, alkohol pada dosis 25 mg/100 g BB yang diberikan pada
tikus putih secara oral selama 30 hari diperoleh hasil adanya perubahan siklus
estrus, penurunan berat ovarium, penurunan jumlah folikel, folikel de Graaf,
korpus luteum, sedangkan folikel atresia meningkat, kadar kolesterol dan glukosa
dalam ovarium meningkat, berat dan ukuran uterus meningkat.
KESIMPULAN
Penelitian berkaitan dengan pemanfaatan tanaman Pare sebagai herbal
antifertilitas sudah banyak dilakukan baik pada hewan jantan maupun betina.
Eksperimen untuk menguji pengaruh esktrak tanaman Pare pada reproduksi dan
perkembangan seksual manusia sangat sulit dilakukan karena faktor praktis dan
etika.
Sebagian publikasi dihasilkan dari penggunaan hewan laboratoris atau
hewan percobaan terutama kelompok rodentia.
Hasil penelitian menunjukkan
pengaruh ekstrak buah Pare terhadap fertilitas dan perkembangan hewan
bervariasi, ada yang berdampak positif dan ada juga yang negatif. Hal tersebut
disebabkan respon biologis hewan berbeda-beda. Hal tersebut dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor seperti species, umur, jenis kelamin, dosis, cara pemberian, dan
metabolisme daripada hewan percobaan.
Namun dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa tanaman Pare (Momordica charantia L) dapat diperhitungkan
sebagai herbal yang berpotensi sebagai bahan antifertilitas
DAFTAR PUSTAKA
- Adimunca C. 1996. Kemungkinan Pemanfaatan Ekstrak Buah Pare Sebagai Bahan Kontrasepsi Pria. Cermin Dunia Kedokteran. 112:12-14
- Basch E, Gabardi S, Ulbricht C, 2003, Bitter melon (Momordica charantia): a review of efficacy andsafety, Am J Health Syst Pharm., 60(4): 356-9.
- Chuthbert AW, Wong PYD. 1986. Elektrogenc anion secretion in cultured rat epididymal epithelium.Physio. 78:335-345.
- Dixit VP, Kimnna P, Bhargava SK. 1978. Effects of Momordica charantia L. Fruit extract on the Testicular Function of Dog. J. Med. Plant Res. 34:280.
- Ganote CE, Seabra-Gomes R, Nayler WG, Jennings RB. 1975. Irreversible Myocardial Injury in Anoxia Perfused Rat Hearts. Am. J. Pathol. 80:419.
- Girini MM, Ahamed RN, Aladakatti RH, 2005, Effect of graded doses of Momordica charantia seedextract on rat sperm: scanning electron microscope study, J BasicClin Physiol Pharmacol., 16(1):53-66.
- Grover JK, Yadav SP, 2004, Pharmacological actions and potential uses of Momordica charantia: a review, J Ethnopharmacol., 93(1):123-32.
- Herman MJ. 1996. Pemanfaatan hormon dalam kontrasepsi. Cermin Dunia Kedokteran. 112: 5-11.
- Jackson H, Jones AR. 1972. The Effect of Steroids and Their Antagonis on Spermatogenesis. Dalam: Advances in Steroids Biochemistly and Pharmacology. (eds) : Briggs MH and Christie GA. Academic Press Inc.London, p. 167.
- Kellis Jr. JT, Vickery LE. 1984. Inhibition of Human Estrogen Synthetase (Aromatase) by Flavones. Science, 225: 1032.
- Lord MJ, Jolliffe NA, Marsden CJ, Pateman CS, Smith DC, Spooner RA, Watson PD, Roberts LM., 2003, Ricin. Mechanisms of cytotoxicity, Toxicol Rev., 22(1):53-64.
- Maugh Th.H. 1981. Cancer Tests-Look for a Passing Grade. Science, 211:909.
- Miyahara Y, Okabe H, Yamauchi T. 1981. Studies on the Constituents of Monwrdica charantia L. II. Isolation and Characterization of Minor Seed Glycosides C, D and E. Chem. Pharm. Bull. 29: 1581.
- Mulyati L. 1992. Pengaruh pemberian ekstraks buah Pare (Momordica charantia L.) terhadap jumlah spermatogonium A, spermatozit primer pakhiten tikus (Rattus sp) strain LMR. Skripsi Sarjana Biologi, Unas Jakarta.
- Naseem MZ, Patil SR, Patil SR, Ravindra, Patil RS, 1998, Antispermatogenic and androgenic activities of Momordica charantia (Karela) in albino rats., J Ethnopharmacol., 61(1):9-16.
- Okabe H, Miyahara Y, Yamauchi T. 1982. Studies on the Constituents of Momordica charantia L. IV. Characterization of the New Cucurbitacin Glycosides, Momordicosides K and L. Chem. Phartn. Bull. 30: 4334.
- Okabe H, Miyahara Y, Yamauchi T. 1982. Studies on the Constituents of Momordica charantia L. III. Characterization of New Cucurbitacin Glycosides of the Immature Fruits Structures of momordicosides F F G and 1. Chem. Pharm. Bull. 30: 3977.
- Okabe H, Miyahara Y, Yamauchi T, Miyahara K, Kawasaki T. 1980. Studies on the Constituents of Momordica charantia L. Isolation and Characterization of Momordicoside A and B, Glycosides of a Pentahydroxy Cucurbitane Triterpen.. Chem. Pharm. Bull 28: 2753.
- Pramono S, Ngatijan, Sudarsono S. Budiono, Pujoarianto A. 1988. Obat Tradisional Indonesia I. Pusat Penelitian Obat Tradisional UGM. Yogyakarta, h. 18.
- Rakhmawati YD. 1992. Pengaruh Ekstrak Alkohol Buah Pare (Momordica charantia L.) terhadap Faal Hati Tikus Strain LMR. Skripsi Strata-I. Fak. Biologi, Universitas Nasional, h. 30.
- Rukmana R. 1997. Budidaya Pare. Yogyakarta : Kanisius.
- Sastrapradja S. 1977. Sayur-sayura, Pare Pahit (Momordica charantia L.) Bogor : Lembaga Biologi Nasional-LIPI.
- Sharanabasappa A, Vijayakumar B, dan Saraswati BP. 2002. Effect of Momordica charantia seed extracts on ovarian and uterine activities in albino rats. J. Pharmaceutical Biology. 40(7):501-507.
- Sipahutar H. 2005. Pengaruh ekstrak biji paria (Momordica charantia Linn.) terhadap fertilitas mencit (Mus musculus) SWISS WEBSTER http://www.digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbppgdl-s2-1991-herbertsip-1735&q=Hidup
TENTANG PENULIS
Yudha Nugraha, Akp, C.Herb adalah Akupunkturis, Herbalis, Penulis buku dan praktisi kesehatan holistik dari tahun 2009 dibidang infertilitas pria dan program hamil yang berpengalaman lebih dari 10 tahun. Konsultasi Reproduksi dan Infertilitas Pria via WhatsApp
💬 08970329298
Lulu Nurjannah, Amd.Keb, Akp, C.Herb adalah Bidan, Akupunkturis, Herbalis, Penulis buku dan praktisi kesehatan holistik dibidang infertilitas wanita dan program hamil yang berpengalaman lebih dari 5 tahun. Konsultasi Reproduksi dan Infertilitas Wanita via WhatsApp
💬 08970329296
Legalitas usaha, BRAND IMAGE, dan sertifikat keahlian dapat dilihat dihalaman
TENTANG KAMI